Girl in a Coma, Both Before Im Gone Rivu

Girl in a Coma, Both Before Im Gone Rivu – Mereka band wanita yang sangat berbakat, tapi hampir tidak dikenali, datang entah dari mana dan merekam debut mengesankan yang tidak terduga. Bukan hal yang aneh bagi sebuah band dengan kesejatian dan bakat untuk datang tanpa disadari, atau muncul langsung diremehkan. Girl In A Coma adalah salah satu kasus yang menyedihkan, dan lebih dari itu, alasannya karena musik mereka dituding tidak kompleks, penampilan mereka tidak instagramable, atau mereka kurang bisa diajak ngobrol ke titik tolak mainstream bersama kawan-kawanmu.

Tapi kebalikannya semua anggapan : trio wanita dari Texas ini mampu menulis lagu dengan baik, bermusik yang baik, memiliki penyanyi yang fenomenal, dan memiliki energi dan semangat yang besar, semuanya dalam konteks musik yang mudah diakses di era sosmed, dan mereka sangat menyenangkan khas milenialis. Bisakah kamu benar-benar meminta lebih banyak di saat orang berikan lebih dari permintaanmu?

Jelas ini sangat kacau, mereka trio gadis-gadis goth loli dari dicopot kalender Suicide Girl yang memuja Smiths, lalu merilis album yang menyerbuk silang Pixies era Bossanova dengan semua yang pernah Anda sukai tentang Breeders. Bermain gitar cepat sambil marah, tetapi tidak pernah terlalu mencolok. Di album Both Before Im Gone semua tentang generasi ini bersama anggapannya tentang musik Punk.

“The Photographer” merupakan hasil termurni Kim Deal adrenalin, sementara tepukan tangan bisa diberikan ke lagu “In the Background”. Namun, tidak semua lagu “baik-baik saja” dibawakan dengan gaya penuh nestapa, lagu “Mr. Chivalry” merupakan lagu lima menit yang semestinya jadi lagu empat menit (sebagian besar lagu-lagu di album ini, berteriak pada saya bahwa mereka adalah lagu empat menit, tapi para wanita ini ingin lebih lama lagi memamerkan suara Nina Diaz, baiklah alasannya saya terima). Lalu, seringkali vokal penyanyi Nina Diaz terlalu rendah dalam mixer. Karena alasan inilah lagu penutup “Simple Man” kurang penetrasi vokal dari seharusnya memukul kepala saya jadi final punch, menjadi sekedar mengelus lembut, baiklah mungkin saya butuh sentuhan lembut.

Pengambilan akustik dan suara yang sederhana di sebagian besar lagu, pada pokoknya brilian, membiarkan sang Diaz (Nina) menyentuh semua notasi. Dengan album debut yang sepenuhnya terbentuk seperti ini, orang hanya bisa bertanya-tanya apa alasan orang-orang lambat mengenali mereka. Dicap sebagai band punk, mereka bisa dengan mudah diberi label alternatif atau band pop.

Girl In A Coma memiliki bakat untuk menulis lagu yang bagus yang tak dapat disangkal, menarik, adiktif karena penuh dengan penyikapan dan jiwa. Tidak ada di tahun 2008 yang mengalahkan melodi mereka yang baik, dan gadis-gadis ini dapat menulisnya. Album ini, walau agak panjang, menarik dari awal hingga akhir.

Dari saat pembuka “Clumsy Sky” dimulai, Anda harus terus mendengarkan, dan Anda takjub akan bakat yang ditampilkan di seluruh dua belas lagu berikutnya. Mereka beralih dari lagu punk yang langsung-langsungan seperti “Say”, ke balada indah seperti “Their Cell”, atau ke sesuatu di antara punk dengan melodi ala waltz, dan mereka mengkonsep semuanya dengan baik.

Dirilis pada 2007, sangat mengherankan bagaimana Girl In A Coma belum mendapatkan pengakuan yang lebih luas. Both Before I’m Gone adalah album debut yang brilian dan membawa refreshing yang tidak pernah mengecewakan. Perempuan, memang, dapat dengan tepat membuat musik yang mengasyikkan.